Banyak grup indie kita yang
malang melintang di luar negeri, tapi justru tak dikenal di dalam negeri....
Musik indie masih tetap diterima
masyarakat secara luas. Bahkan, keberadaan musik indie Indonesia sendiri
mendapat respons yang cukup bagus di mata internasional. Grup musik indie
Indonesia kerap tampil dan diundang dalam festival musik indie terbesar di
dunia, South by Southwest (SXSW) yang diadakan di Texas.
“Semua band indie ada di
situ dan ada yang menjadi legenda. Ada yang tampil dua kali di SXSW dengan
membawakan lagu-lagu sendiri dan Bahasa Indonesia. Dan ternyata, walaupun dalam
Bahasa Indonesia responsnya bagus,” kata Denny Sakrie, pengamat musik, yang ditemui TNOL belum
lama ini.
Menurut Denny, grup band indie
sudah banyak berbuat untuk mengharumkan nama Indonesia di mata internasional,
dan mendapat apresiaasi dari berbagai media massa luar negeri, karena kerap
tampil dalam konser besar. Bahkan, ada grup musik indie dari Bandung, sudah
konser ke lima negara, tapi tidak pernah ada media massa nasional yang
mengekspos.
“Ya udah, mereka jalan saja. Mereka justru
lebih appreciate media-media luar yang sangat merespon karya-karya mereka.
Itu bisa dianggap mengharumkan nama bangsa. Hanya bangsa sendiri tidak
menganggap, karena dianggap mungkin tidak ada news value,” kata pengamat
musik kelahiran Ambon, 14 Juli 1963, ini.
Lebih jelasnya, terkait
perkembangan Musik Indie Indonesia, berikut petikan wawancara TNOL dengan
pengamat musik jebolan dari Universitas Hasanuddin, Makassar ini.
Menurut Anda apa pengertian dari
musik indie?
Indie itu sebenarnya bisa
dianggap sebagai 'pemberontakan' oleh pemusik, ketika karya-karya mereka tidak
diterima oleh label-label besar. Kemudian mereka, terutama di Amerika dan
Inggris, membuat suatu gerakan dengan membuat, merekam, merilis, dan
mengedarkan sendiri kaset-kasetnya. Jadi, mereka tidak terkontaminasi dengan
doktrinasi dari orang-orang label.
Itu terjadi tahun berapa?
Kalau istilah indie, itu keluar
diakhir tahun 1980-an. Kalau di Indonesia, pada tahun 1993, di Bandung,
oleh Richard Mutter, personil PAS Band. Tapi kalau dilihat secara
historis, tahun 1975 Guruh Soekarno Putra membuat satu proyek eksperimen dengan
nama Guruh Gipsy, eksperimen yang menggabungkan budaya Bali dengan musik rock.
Nah, eksperimen itu tidak melalui distribusi nasional yang selama ini ada di
Harco Glodok. Jadi, mereka menyebarkan kaset secara door to door, ada yang
dititipkan di salon, di apotik, atau di sekolah-sekolah musik. Kaset itu
dirilis tahun 1977. Kalau kita lihat, itu belum disebut indie, tapi saya
melihat itu bisa dianggap 'cikal bakal' dari indie.
Kedua, pada tahun 1989, Iwan Fals
membuat album yang namanyaMata Dewa. Itu juga tidak melalui Harco Glodok. Jadi,
mereka mulai jual melalui mobil-mobil boks yang ada di Parkir Timur pada saat
mereka konser. Waktu itu, yang membiayai album itu adalah Setiawan Djody dengan
Sofyan Ali. Sebenarnya begini, Sofyan Ali kan promotor, ketika itu Iwan tidak
boleh konser, maka dibuatlah album. Kemudian, datanglah Setiawan Djody. Sofyan
Ali meminta Djody untuk membiayai album itu. Itulah album yang dirilis
tanpa doktrinasi dari label. Mereka buat sendiri saja. Waktu itu asisten
director-nya Ian Antono. Itulah album Mata Dewa.
Bagaimana perkembangan musik
indie kedepannya?
Sampai sekarang, justru indie
masih tetap berjalan. Kalau sekarang, malah kita lihat bahwa musik-musik
indie itu mendapat respons yang cukup bagus di mata internasional. Ini terkait
perkembangan informasi teknologi (IT), dan sosial media, yang menjadi interaksi
internasional. Ketika itu ada MySpace, sekarang Youtube, atau Twitter, dan
segala macam. Komunitas di luar merespons, dan mereka tertarik dengan band-band
indie, sehingga secara berkala mengundang band-band indie Indonesia, untuk ikut
acara-acara di luar.
Kenapa band-band tersebut masuk
indie sementara banyak juga label?
Ya karena mereka tidak diterima,
karena label sendiri itu industri, sehingga bermuara kepada kaidah-kaidah yang
lebih komersil. Indie kan idealis mereka, 'gue mau begitu, itu musik yang gue
suka'.
Bagaimana dengan group band indie
yang mendapatkan label?
Kebetulan waktu itu, PAS sukses
dengan album pertama yang laku, kemudian salah satu label terbesar di Indonesia
tertarik dan mengontraknya. Pada saat itu, dari komunitas indie menganggap PAS
ini pengkhianat dan segala macam. Saya sih melihat itu bukan pengkhianatan.
Berarti, label ini melihat potensi dari mereka. Akhirnya PAS juga masuk
dengan persyaratan, ini tidak boleh diganggu gugat idealisme mereka. Ini kan
satu potensi yang sangat bagus. Akhirnya ada titik temu, misalnya beberapa grup
band indie juga sempat diambil oleh Warner. Tapi mereka lebih save berkarya
sendiri. Samson juga awalnya itu ber-indie, kemudian karya mereka
didistribusikan oleh Warner.
Apakah label mau menerima ketika
grup band indie masih mengusung idealismenya?
Itu tergantung labelnya sendiri,
mereka melihat pasti kan punya takaran-takaran atau aturan-aturan
tertentu untuk melepaskan sebuah produk.
Tapi biasanya idealisme grup
indie akan hilang ketika mendapat label?
Belum tentu juga. Misalnya
Superman Is Dead. Masuk di Sony mereka masih bisa berkarya sebebas-bebasnya,
tanpa merasa dibatasi walaupun harus dibawah kendali mereka. Ini berasal dari
konsep kerja mereka seperti apa. Superman Is Dead masuk Sony punya persyaratan,
'gue enggak mau didikte'.
Bagaimana perkembangan musik
indie ke depan, apakah masih diterima masyarakat?
Kalau dibilang masih diterima,
mungkin ada satu yang cukup mengganjal, bahwa media-media ini lebih save kalau
menampilkan musik-musik yang dari mainstream, karena mereka hidup dari iklan.
Iklan ini mengacu dari rating. Pernah dicoba disalah satu program
televisi, yang memanggil salah satu grup indie, ternyata rating-nya
jeblok. Mereka mencoba bereksperimen, misalnya di Asean muncul, tapi teryata
memang demand itu meminta yang massal, yang komersil. Jadi, akhirnya
ya seperti ini. Karena anak-anak indie punya idealisme, gue enggak tampil
di TV juga masih hidup. Kalau kita lihat lagi, anak-anak yang tergabung di
indie juga sudah punya basic pekerjaan yang mapan. Jadi, bermusik ini
mereka bisa seenaknya saja. Ini mereka katakan sebagai hobi, karena kalau
orang-orang yang berada di indie bukan untuk cari makan disitu. Contohnya, ada
yang bekerja sebagai desainer. Jadi, kebutuhan sehari-hari sudah tercover. Nah,
untuk idealisme bermusik, ditumpahkan di musik indie.
Istimewa Bagaimana agar grup indie
ini bisa bertahan?
Sebetulnya, saat ini mereka sudah
melakukan sesuatu, hanya tidak pernah diekspos media. Mereka tetap berkarya,
banyak banget yang mendapat tempat di majalah, TV di luar, dan konser di sana;
hanya saja tidak pernah diekspos oleh media-media disini.
Kenapa media tidak berpihak?
Saya juga tidak tahu kenapa.
Dari pengamatan Anda, ada yang
kurang di musik indie?
Mungkin mereka sangat idealis
saja. Mungkin racikan musik mereka masih kurang dimengerti oleh masyarakat
awam. Terlalu idealis.
Narasumber : www.tnol.co.id
1 comments
Post a Comment