Musik Anak Indie
Jumat, 9 Januari 2004
Enggak mau ikutan tren, anak-anak
indie bikin gaya sendiri biar berbeda. Nyatanya, gaya mereka malah banyak
pengikut dan jadi ngetren.
Musik bisa dibilang jadi ujung
tombak berkembangnya komunitas indie. Sudah lama kan kita mendengar tentang
band-band yang bergerak sendiri untuk memproduksi dan mengedarkan album mereka,
yang biasa disebut pergerakan underground. Angkanya memang tidak besar
jika dibandingkan dengan Sheila on 7 atau Padi. Tetapi, angka 50 ribu kopi
untuk album indie sudah sangat bagus.
Makin lama, dukungan terhadap
indie pun besar. Terbukti dengan masuknya nama band asal Bandung, Mocca, dalam
deretan grup yang mendapatkan award dari MTV. Stasiun TV yang fokus pada musik
itu pun memberikan tempat yang cukup besar bagi musik yang bergerak dengan
semangat indie. Tak ketinggalan, sejumlah radio ikut menyediakan segmen khusus
bagi musisi-musisi lokal.
Propaganda
Perkembangan hebat ini kemudian diikuti oleh elemen lain yang sangat menunjang. Salah satunya adalah media cetak. Untuk menunjang promosi, biasanya band membuat newsletter untuk memberitakan perkembangan bandnya. Berawal dari selembar kertas fotokopian, lalu mulai dicetak tipis, dan akhirnya bermunculanlah majalah-majalah yang tampilannya enggak kalah keren dibandingkan dengan media cetak mapan.
Bandung, enggak bisa dibilang
enggak, adalah sarangnya orang-orang yang punya semangat indie. Dari kota ini
dikenal beberapa majalah yang punya nama cukup besar, seperti Ripple dan Pause.
Belum lagi majalah-majalah baru yang mulai berkembang.
Kota lain penghasil media cetak
indie adalah Yogyakarta yang punya Outmagz dan Medan dengan M-teens, misalnya.
Belum lagi yang berupa newsletter dengan kemasan lebih rapi seperti 10.05
(ten o’ five) yang dibagikan gratis.
Awalnya media cetak tersebut
adalah ajang untuk propaganda. Tetapi, sekarang sudah berubah jadi bacaan yang
bisa kita nikmati dan menambah wawasan kita.
“Fashion”
Style orang-orang ini juga terlihat berbeda dan unik, tetapi enggak “sejorok” seniman. Mereka tetap memperhatikan penampilan, tetapi dengan satu syarat: harus beda dengan yang lain. Syarat tersebut membuat mereka mendesain pakaian sendiri, biasanya berupa t-shirt, yang berbeda dengan rancangan orang lain. Walau sederhana, hanya mengandalkan kekuatan kata dan gambar pada kaus, ternyata desain mereka bisa memancing minat para pencinta fashion.
Biasanya tiap desain dibuat dalam
jumlah kecil. Paling banyak satu desain hanya diproduksi 10 potong.
Perkembangan usaha ini makin
menjamur. Puluhan merek bermunculan. Usaha bikin kaus itu disebut clothing.
Enggak cuma t-shirt, tetapi juga berbagai aksesori, seperti belt, handband,
sepatu, sampai boxer.
Makin hari, persaingan semakin ketat.
Dalam persaingan ini yang utama adalah ide! Semakin unik dan fresh, clothing
tersebut bakal makin dicari.
Distribusi
Banyak produk bersemangat indie dihasilkan, tetapi sedikit tempat yang bisa menjualnya. Karena keterbatasan dana, mereka kesulitan masuk ke toko-toko buku besar. Akhirnya, dibangunlah sistem distribusi yang memanfaatkan jaringan pertemanan. Sampai akhirnya ada sebuah solusi untuk hal ini, yaitu distribution outlet yang lebih dikenal dengan sebutan distro. Biasanya bermula dari menjual produk-produk mereka sendiri, kemudian berkembang banyak yang menitipkan barang untuk dijual di situ.
Belakangan distro makin menjamur
di berbagai kota di Indonesia. Apalagi kota-kota besar seperti Jakarta,
Bandung, Yogya, Surabaya, dan Medan. Sebut saja 347 di Bandung, Cynical MD,
atau Locker di Jakarta. Begitu banyak nama-nama baru bermunculan. Persaingan
yang makin ketat membuat tiap distro adu unik dan eksklusif.
Banyak Pengikut
Puncaknya sekarang ini kita
banyak melihat anak muda yang gayanya distro banget. Dan yang sedang in saat
ini adalah dandanan ala punk, dengan berbagai atribut, seperti spike dan belt,
plus gaya rambut dan tato.
Indie, yang berasal dari kata
independent, niatan awalnya adalah antitren. Tetapi keantitrenan itu justru
membuat karya- karya mereka dicintai banyak orang. Akibatnya, malah ngetren.
Bahkan, tren itu makin besar
gelombangnya. Banyak label rekaman besar yang mencari grup-grup band di
kalangan indie. Bahkan sebuah label besar sampai membuat divisi khusus untuk
band-band indie. Sudah jadi bisnis menguntungkan, rupanya.
Indie Asli
Saat ini memang sudah sulit
membedakan mana yang anak indie asli dan mana yang hanya pengikut. Tetapi,
sebenarnya ada ciri-ciri yang tak bisa hilang dari komunitas ini.
Tak sedikit anak band indie yang
mendesain sendiri pakaian mereka. Bahkan, turun sendiri ke jalan untuk menempel
poster- poster event yang juga mereka buat sendiri.
Mereka bekerja keras untuk
mempromosikan apa yang mereka lakukan dengan cara mereka. Maka bertebaranlah
newsletter, flyer, dan poster, baik di distro-distro, kedai kopi, maupun toko
buku dan kaset tertentu.
Semangat indie adalah semangat
menjadi diri sendiri. Semangat tidak ikut arus.
Sumber:
0 comments
Post a Comment